Minggu, 27 Mei 2012

MAKNA DAN PERBEDAAN WAKTU LIMA SHALAT WAJIB



Setiap waktu shalat bukan hanya awal dari titik balik yang signifikan tetapi juga sebuah cerminan untuk rahmat Allah SWT atas kekuasaan-Nya dan untuk keluasan rahmat-Nya itu. Kita diperintahkan untuk melaksanakan shalat di waktu-waktu yang telah ditentukan ini sehingga dapat lebih memuja dan memuji kepada Zat Yang Maha Kuasa, dan lebih bersyukur kepada-Nya atas semua Rahmat yang telah banyak diberikan diantara dua waktu-waktu tersebut, yang sebenarnya merupakan arti dari ibadah yang sudah ditentukan itu. Untuk sedikit memahami arti yang masih umum dan dalam ini, ada lima poin yang perlu disadari.

Poin Pertama
Setiap shalat didirikan untuk memuji dan memuja kepada Allah SWT dan bersyukur kepada-Nya. Yaitu, memuja-Nya melalui pengucapan Subhana-Allah dalam perkataan dan perbuatan dengan kesadaraan akan Keagungan-Nya. Mengagungkan-Nya melalui pengucapan Allahu Akbar, dalam perkataan dan perbuatan dengan kesadaran akan Kesempurnaan-Nya, dan yang ketiga, melalui pengucapan al-hamdu-li-llah, oleh hati, lidah dan seluruh tubuh, untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada-Nya dengan kesadaran akan Kemurahan-Nya. Dapat disimpulkan bahwa puja, puji dan syukur adalah inti dari shalat. Karena alasan inilah ketiga hal tersebut ada dalam setiap bagian sholat, dalam setiap kata-kata dan gerakannya. Lebih jauh, dalam setiap shalat, ketiga kalimat suci ini disebut berulang kali masing-masing sebanyak 33 kali, dalam rangka untuk menjelaskan dan melengkapi objektif dari sholat; makna shalat diucapkan secara berurutan dengan ucapan ringkas ini.

Poin Kedua
Makna dari ibadah adalah manusia, sebagai hamba Allah, menjadi sadar atas kesalahan, kelemahan dan ketidakberdayaannya dihadapan Allah, sujud dalam cinta dan kekaguman kepada Yang Maha Agung, Yang Maha Besar, Yang Maha Pengasih. Dengan kata lain, kekuasaan dari Yang Maha Agung menuntut kesetiaan dan ketaatan, begitu juga kesucian Zat-Nya membuat kita, makhluk ciptaan-Nya, untuk melihat kesalahan kita dan memohon ampunan-Nya; untuk menyatakan bahwa Zat-Nya bebas dari semua kesalahan, dari semua pendapat yang salah dari orang-orang yang tidak sadar dan dari semua kesalahan yang dilakukan makhluk-Nya.
Kesempurnaan Yang Maha Besar membuat hamba-Nya, dalam realisasi atas kelemahan dan ketidakberdayaannya dan semua makhluk lainnya, untuk menyatakan Allah Yang Maha Besar dalam kekaguman dan ketakjuban atas kebesaran karya dari satu-satunya Zat yang pantas disembah, dan, membungkukkan diri dengan penuh rasa hormat dalam kerendahan hati.
Dan nikmat yang tak terbatas dari Yang Maha Pengasih sepatutnya membuat hamba-Nya untuk menyatakan kebutuhannya sendiri dan kebutuhan mahluk lainnya dengan berdo’a dan memohon pertolongan-Nya, mengucapkan al-hamdu-lillah. Secara singkat, perkataan dan perbuatan dalam shalat memuat makna-makna tersebut, dan karena itu diperintahkan dan diatur oleh Allah.

Poin Ketiga
Manusia adalah miniatur alam semesta; begitu pula surat pertama dalam Al Qur’an, Al Fatiha, adalah miniatur ringkasan seluruh kitab tersebut; dan shalat adalah semacam indeks, yang memuat semua cara-cara peribadatan, dan merupakan suatu gambaran atas keanekaragaman ibadah semua spesies mahluk hidup.

Poin Keempat
Pergantian siang dan malam, tahun-tahun dan fase-fase kehidupan manusia di dunia adalah potongan waktu yang besar yang masing-masing bagiannya berfungsi seperti roda dan tuas pada sebuah jam yang terus bergerak menghitung detik, menit dan jam. Misalnya :
Waktu Fajar, yang ditentukan untuk shalat Subuh, sampai terbit matahari, mungkin dihubungkan dengan awal musim semi, atau waktu ketika sperma berada di dalam rahim yang kokoh, atau dengan hari pertama dari enam hari periode penciptaan langit dan bumi, dan itu mengingatkan kembali akan bagaimana Allah menempatkan Kekuasaan-Nya dan bertindak pada waktu dan kejadian seperti itu.
Waktu Zuhur, mungkin dihubungkan dengan penyempurnaan masa muda, atau pertengahan musim panas, atau periode penciptaan manusia dalam kehidupan di dunia. Ini menunjukan manifestasi kasih sayang Allah dan rahmat yang tak terkira pada peristiwa-peristiwa dan waktu-waktu itu.
Waktu Ashar, menyerupai musim gugur, dan masa tua, dan waktu bagi Nabi Terakhir, dikenal sebagai waktu kebahagiaan. Mulai berfikir akan takdir Allah dan memohon pertolongan dari Yang maha Penyayang.
Waktu Maghrib, mengingatkan tentang hilangnya beberapa hewan pada akhir musim gugur, dan kematian manusia. Hal itu memperingatkan kita tentang kehancuran dunia pada awal Kebangkitan Kembali dan juga mengajarkan kita tentang bagaimana cara memahami manifestasi Keagungan Allah dan membangunkan kita dari tidur nyenyak pengabaian.
Waktu Isya, mengingatkan akan dunia yang gelap, yang menyelimuti semua benda di siang hari dengan selimut hitamnya dan musim dingin yang menutupi permukaan bumi yang mati dengan cerement putihnya. Juga mengingatkan bahwa pekerjaan yang belum selesai dari jasad yang mati akan dilupakan semuanya dan menjelaskan sesuatu kepada kita tentang kehancuran yang tak terhindarkan dari dunia, tempat segala cobaan.
Dan untuk Waktu malam hari, yang menunjukan musim dingin dan alam kubur dan dunia perantara (antara dunia dan akhirat), mengingatkan manusia akan betapa ruh-ruh membutuhkan pertolongan dari Yang Maha Pengasih.
Shalat Tahajjud di akhir dan malam yang sudah larut, mengingatkan betapa membutuhkannya kita akan cahaya shalat dalam kegelapan alam kubur. Dengan jalan ini, dengan memohon rahmat-Nya yang tiada terbatas yang dijanjikan kepada manusia dalam serangkaian kejadian-kejadian khusus seperti ini, manusia mengakui bahwa Zat-Nya patut dipuji dan disyukuri.
Pagi berikutnya adalah waktu yang diarahkan kepada pagi pada hari Kebangkitan. Adalah sangat beralasan, sudah seharusnya dan pasti bahwa pagi mengikuti malam, musim semi akan datang setelah musim dingin, jadi pagi pada Hari Kebangkitan atau musim semi yang mengikuti kehidupan perantara juga pasti akan datang.
Kini kita jadi mengerti bahwa setiap waktu yang ditentukan untuk shalat lima waktu sehari semalam adalah awal dari titik balik yang vital dan mengingatkan akan revolusi atau titik balik yang lebih besar dalam kehidupan alam semesta. Melalui perdagangan sehari-hari yang luar biasa dengan Kekuasaan Yang Maha Mengabulkan Permohonan, waktu-waktu shalat menyadarkan kita akan keajaiban Kekuasaan Allah dan hadiah ampunan Tuhan di setiap tahun, setiap abad dan setiap zaman. Jadi, shalat yang telah ditentukan, yang merupakan tugas yang kita bawa sejak lahir, dasar bagi semua ibadah yang lain dan kewajiban manusia yang tidak dapat dipertanyakan lagi, adalah paling sah dan paling cocok dilaksanakan pada waktu-waktu ini.

Poin Kelima
Manusia diciptakan dalam keadaan lemah, padahal segala sesuatunya melibatkan, mempengaruhi dan menyusahkan dirinya. Dia juga kekurangan kekuatan, padahal bencana dan musuh-musuh yang menyulitkan dirinya menjadi tak terhitung. Dirinya juga sangat miskin dan memiliki banyak kebutuhan. Tambahan, mereka juga malas dan tidak mampu, sedangkan mereka memiliki beban hidup yang sangat berat. Dengan menjadi manusia, dirinya terhubung dengan ciptaan lainnya di dunia, sedangkan kehilangan apa-apa yang dicintainya dan apa-apa yang dekat dengannya, berulangkali menyakitinya. Akhirnya, jiwa dan pikirannya mengarahkan dirinya kepada tujuan agung dan titik akhirnya; pencapaian keabadian, tetapi dirinya tidak mampu, tidak sabar dan tidak memiliki kekuatan, serta hanya memiliki waktu yang sangat singkat untuk itu.
Oleh karena itu, dapat dipahami secara jelas betapa pentingnya bagi setiap jiwa dalam keadaan seperti itu di waktu fajar untuk menyatakan suatu permohonan, melalui shalat dan doa kepada Allah Yang Maha Kuasa, Yang Maha Penyayang, untuk memohon keberhasilan dan bantuan dari Nya, dan betapa dibutuhkannya dukungan itu sehingga ia bisa sabar dan mampu menyingkirkan bahaya dan rintangan yang mungkin ditemui pada hari itu.
Zuhur adalah waktu dimana siang berada pada titik tertinggi dan mulai bergerak menyelesaikannya dan manusia berhenti dari pekerjaannya untuk beristirahat sejenak dari urusan-urusan mereka, dan juga waktu ketika jiwa membutuhkan perhentian sejenak dari kelalaian dan kelupaan yang disebabkan oleh bekerja keras, dan rahmat Allah yang besar sepenuhnya tercurahkan.
Dengan demikian, sulit untuk menganggap seseorang adalah manusia sejati jika ia tidak menyadari betapa baiknya, betapa pentingnya, betapa menyenangkannya dan bahwasanya sudah selayaknya manusia mendirikan shalat zuhur, sehingga dirinya, dalam pertolongan dari tekanan hidup sehari-hari dan dari kelalaian, berdiri dengan kerendahan hati dalam curahan rahmat, menunjukan perasaan syukur dan berdoa untuk memohon pertolongan-Nya. Ia membungkukkan dirinya untuk menunjukan ketidakberdayaannya dihadapan Yang Maha Besar, dan sujud untuk menyatakan kekaguman, cinta dan kerendahan hatinya dihadapan kasing sayang-Nya yang sempurna dan tiada banding di sepanjang masa.
Waktu ashar di sore hari menyerupai dan mengingatkan kita akan kesedihan musim gugur dan keadaan duka cita di masa tua, dan periode ketenangan di akhir waktu. Ini adalah waktu ketika tugas-tugas di hari itu perlahan-lahan mulai dilengkapi, dan rahmat Yang Maha Pemurah untuk hari itu, seperti kesehatan, keamanan dan amal soleh, telah dikumpulkan untuk dijumlahkan. Pada waktu ini kita juga menyaksikan tenggelamnya matahari yang membuktikan bahwa segala sesuatunya tiada yang abadi; hari ini sesuatu itu ada dan besok sudah tiada. Kemudian manusia yang merindukan keabadian, yang diciptakan untuk keabadian, dan yang menunjukan penghormatan untuk dianugrahkan kepada dirinya keabadian, kecuali bagi yang merasa sedih atas perpisahan, berdiri, mengambil air wudu, dan mendirikan shalat. Jadi, siapa saja yang termasuk manusia sejati, seharusnya ia memahami betapa terpujinya tugas ini, betapa khususnya ibadah ini, inilah cara yang masuk akal untuk membayar hutang budi, lebih jauh, betapa kesenangan yang tak dapat dipungkiri diperoleh dalam melaksanakan shalat ashar. Untuk mengajukan permohonan pada pengadilan Yang Maha Abadi dan Yang Maha Berdiri Sendiri dalam Keabadian, untuk menjadi budak yang lemah dalam pertolongan-Nya yang tiada terbatas, dan untuk bersyukur atas nikmat-Nya yang tak terhitung, dengan jalan membungkukkan diri dengan penuh rasa hormat dan rendah hati dihadapan Yang Maha Besar dan Maha Terpuji, dan dengan bersujud dengan kerendahan hati yang tulus di hadapan Yang Maha Abadi, dirinya memperoleh ketenangan hati dan menemukan penghibur sejati dan penenang jiwa.
Sore hari mengingatkan kita akan awal dari musim dingin dan perpisahan yang sedih dari makhluk-makhluk musim panas dan semi yang lemah; itu juga mengingatkan akan perpisahan yang menyakitkan dengan orang-orang yang dicintai karena kematian. Lagi-lagi hal itu membangkitkan gambaran tentang waktu ketika lentera matahari yang menyinari bumi, akan dipadamkan dan penduduk bumi berpindah ke dunia yang lain mengikuti keruntuhan yang dihasilkan oleh takdir gempa bumi. Itu juga merupakan suatu peringatan keras bagi siapa saja yang memuja kekasihnya yang tidak abadi dan sementara, yang setiap dari mereka suatu saat pasti akan mati.
Pada waktu shalat maghrib, jiwa manusia yang merindukan suatu keindahan abadi, menghadap kepada Zat Yang Abadi, Yang menciptakan dan membangun semua peristiwa dan fenomena ini, Yang memerintahkan suatu badan surgawi yang besar. Ini adalah waktu dimana jiwa manusia menolak untuk mengandalkan diri kepada sesuatu yang terbatas dan berteriak Allahu Akbar – yang berarti Allah Maha Besar. Kemudian, dalam kehadiran-Nya, mengucapkan alhamdu li-llah, segala puji hanya bagi Allah, manusia memuji-Nya dengan penuh kesadaran akan kesempurnaan tanpa celah, keindahan dan kelembutan tiada banding, dan ampunan yang tiada batas. Selanjutnya, dengan menyatakan hanya kepada Mu lah kami menyembah dan hanya kepada Mu lah kami mohon pertolongan (Al Fatiha, 1. 5), dirinya mempersembahkan ibadahnya dan mencari pertolongan dari Kekuasaan-Nya yang tidak memerlukan bantuan siapa pun, dari Ketuhanan-Nya yang tidak bersekutu, dari Kedaulatan-Nya yang tidak terbagi. Kemudian manusia membungkuk di hadapan Keagungan Yang Tak Terhingga, Kekuasaan Yang Tak Terbatas, dan di hadapan Kehormatan dan Kemuliaan yang sempurna, untuk menunjukkan, bersama dengan seluruh makhluk, kelemahan dan ketidakberdayaannya, kehinaan dan kemiskinannya, dan berkata Segala Puji Hanya Bagi Allah, Yang Maha Besar. Setelah itu, dirinya sujud dihadapan Zat-Nya dengan kesadaran akan Keindahan dan Kelembutan yang tak akan pernah mati, Sifat-Sifat-Nya yang suci yang tak berubah, dan Kesempurnaan-Nya yang selalu tetap abadi, manusia mengakui, dengan melepaskan ketergantungan kepada selain-Nya, cintanya dan pengabdiannya dalam Kekaguman dan keterhinaan dirinya, dia menemukan Yang Maha Abadi Keindahan-Nya, Yang Maha Penyayang yang Abadi, dengan mengatakan, Segala Puji Hanya Bagi Allah, Yang Maha Terpuji, dirinya menyatakan bahwa Tuhannya Yang Maha Terpuji bebas dari segala kekurangan dan kesalahan.
Setelah itu, manusia duduk dengan hormat dan meminta, dalam hitungannya, kepada Yang Maha Abadi, Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Agung pujian dan kemulian semua makhluk, dan memohon kepada-Nya untuk menganugrahi kedamaian dan rahmat atas Rasul-Nya, baginya keselamatan dan rahmat. Dengan melakukan hal itu, dirinya memperbaharui kesetiannya kepada Rasulullah dan menyatakan kepatuhan kepada perintah-perintahnya, memperbaharui dan memperteguh keimanannya, dan dalam pengamatan akan keteraturan yang luar biasa di alam semesta, dirinya memberikan kesaksian atas Keesaan Sang Pencipta dan Kerasulan Muhammad, yang membewa berita kedaulatan Ketuhanan Tuhan, yang menyatakan apa-apa yang disenangi-Nya, dan yang menerjemahkan tanda-tanda atau ayat-ayat dari kitab alam semesta. Bagaimana mungkin seorang bisa menjadi manusia sejati jika tidak menyadari betapa merupakan tugas yang sangat menyenangkan shalat maghrib itu, betapa berharga dab betapa menyenangkannya beribadah, betapa baik dan indahnya bentuk ibadah ini, betapa seriusnya hal ini, dan betapa percakapan dengan Sang Pencipta dan kebahagiaan abadi hal itu di tempat persinggahan sementara ini ?
Waktu Isha adalah waktu bagi bekas-bekas jejak siang hari yang tertinggal di langit menghilang, dan malam menyelimuti bumi, menyisakan kita rahmat keagungan Tuhan sebagai Yang merubah malam dan siang, dan aktifitas ketuhanan dari Yang Maha Bijaksana sebagai Yang menundukkan Matahari dan Bulan, diamati ketika mengubah siang terang benderang dengan malam yang gelap gulita, dan ketika mengubah musim panas yang penuh warna dengan hamparan putih di musim dingin. Waktu ini juga mengingatkan akan perbuatan Tuhan sebagai Pencipta Kehidupan dan Kematian dalam alur perjalanan lengkap dari sisa-sisa tugas kematian dari dunia lain dalam bagian waktu. Ini adalah waktu yang mengingatkan tentang rahmat Tuhan dan manifestasi yang lembut dari Tuhan sebagai Pencipta Surga dan Dunia, setelah kehancuran total dari dunia yang sempit, mortal dan rendah ini oleh teriakan dan gemuruh yang sangat menakutkan dan ketika dibentangkan dunia akhir yang luas, abadi dan agung. Ini juga mengingatkan bahwa Yang Maha Esa, yang kuasa merubah siang menjadi malam, musim dingin menjadi musim panas, dan dunia ini menjadi dunia yang lain, yang pantas menjadi Pemilik dan Penguasa Sejati dari alam semesta adalah satu-satunya Zat yang pantas disembah dan dicintai.
Kemudian, pada malam hari, jiwa manusia yang sangat takberdaya dan lemah, sangat miskin dan bergantung, dan terombang ambing kesana kemari oleh berbagai macam keadaan dan masuk pusaran masa depan yang gelap dan tidak menentu, mendirikan shalat Isha. Dia melakukannya dengan maksud : seperti halnya Ibrahim As. manusia berkata: Saya tidak suka pada yang tenggelam (Al An Aam, 6:76) dan melalui shalatnya ia menghamba kepada Zat Yang Hidup Abadi, Yang pantas disembah, dan Yang Maha Penyayang. Dari kehidupan yang sekedar singgah di dunia yang gelap dan cepat dan masa depan yang gelap dirinya memohon kepada Zat Abadi Yang Maha Penyabar dan demi waktu sesaat untuk percakapan yang tiada berujung dan beberapa detik kehidupan abadi, dia memohon rahmat dari Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan cahaya tuntunan-Nya, yang akan memberikan cahaya baginya di dunia dan menerangi masa depannya dan mengikat penderitaannya akibat penolakan dari temannya dan makhluk lain.
Singkatnya, manusia lupa kepada dunia yang telah meninggalkannya dan menyirami kesengsaraan hatinya dengan air mata di hadapan Yang Maha Pengampun. Sebelum dirinya tidur, yang menyerupai kematian, dan karena segala sesuatu mungkin terjadi, dia mempersembahkan tugas ibadah terakhirnya untuk hari itu. Untuk menutup rekaman kegiatan hariannya yang menyenangkan, dia bangun untuk berdoa. Dia bangkit untuk menyambut kehadiran Yang Tercinta dan Yang Disembah daripada segala yang tidak abadi yang telah dicintainya di sepanjang hari, kehadiran Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Pemurah daripada makhluk yang tidak berdaya yang dari mereka dia mengemis setiap hari, kehadiran Pelindung Yang Maha Penyayang dalam harapan untuk diamankan dari kejahatan makhluk yang berbahaya yang telah membuatnya gemetar sepanjang hari.
Dia mulai dengan Al Fatiha, Surah Pembuka Al Quran, daripada memuji dan berhutang kepada makhluk yang lemah dan berkebutuhan, yang berbuat dosa, dirinya memanjatkan doa kepada Penguasa dunia, Maha Sempurna dan Maha Mencukupi DiriNya sendiri, Maha Penyayang dan Maha Pemurah. Kemudian dia melanjutkan dengan menyatakan: hanya kepadaMu lah kami menyembah.




 Cari Di Situs ini

 Kategori








Tentang FUKI | Kontak Kami | Message Board | Guestbook | Milis








Tidak ada komentar:

Posting Komentar